Tuesday, February 22, 2011

Pendekatan Teori dan Metode Psikologi Lingkungan

Pendekatan Teori
 
A. latar Belakang sejarah

Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkauannya dan beberapa lagi yang lain lebih terfokus, beberapa amat lemah dalam data empiris dan beberapa yang lain amat kuat. Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).

Geografi. Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan (atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan. Lebih lanjut Toynbee mengusulkan bahwa tantangan lingkungan pada tingkat menengah juga dapat mempengaruhi perkembangan peradaban. Pada tingkat yang makin berkurang atau sebaliknya makin berlebihan hasilnya justru akan memperlemah pengaruhnya. Gagasan mengenai tantangan lingkungan dan respon-respon perilakunya meski didasari oleh para penganut geographical determinism, ternyata seringkali merupakan bentuk-bentuk atau variasi-variasi teori yang diterapkan dalam psikologi lingkungan.

Sebagai contoh Barry, Child dan Bacon (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengusulkan bahwa kebudayaan masyarakat pertanian (yang tidak nomaden) ternyata menekankan pola asuh pada generasinya berupa: tanggungjawab, ketaatan, dan kepatuhan. Sebaliknya pada kebudayaan nomaden pola asuh yang ditekankan adalah pada kemandirian dan akal. Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kebudayaan pertanian, orang tinggal dan bekerja bersama-sama dalam suatu komunitas yang tanpa mobilitas yang tinggi, sehingga yang dihasilkan adalah organisasi yang teratur. Hal tersebut tentunya akan lebih menekankan pola asuh kepada ketaatan dan kepatuhan. Lain halnya dengan orang nomaden yang lebih menyiapkan generasi mudanya untuk terbiasa dalam menghadapi situasi alam yang berubah dan tidak dapat diramalkan pada saat menjelajahi alam, sehingga yang lebih dibutuhkan adalah kemandirian dan akal. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu seting lingkungan tertentu memberi peluang yang terbaik bagi masyarakat penghuninya untuk mempertahankan diri.

Biologi Ekologi. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan. Dengan perkembangan ilmu ekologi, seseorang tidak dianggap terpisah dari lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan. Pendapat mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan. Lingkungan dan penghuninya masih sering dikaji sebagai komponen yang terpisah, meskipun tidak ada keraguan lagi adanya hubungan yang saling tergantung di antara mereka. Behaviorisme. Pengaruh penting lain yang merupakan pemikiran yang datang dari cabang disiplin psikologi sendiri adalah behaviorisme. Pemikiran kalangan behavioris muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia.
Pada saat ini secara umum dapat diterima bahwa dua hal penting yang menjadi pertimbangan adalah konteks lingkungan dimana suatu perilaku muncul dan variabel-variabel personal (seperti kepribadian atau sikap). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka akan lebih dapatdiramalkan suatu fenomena manusiadan lingkungannya daripadajika dibuat pengukuran sendiri-sendiri.
 
Psikologi Gestalt. Psikologi Gestalt berekembang pada saat yang berbarengan dengan behaviorisme dan lebih menekankan perhatian kepada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Prinsip terpenting dari cara kerja kalangan Gestalt ini adalah bahwa objek-objek, orang-orang, dan seting-seting dipersepsi sebagai suatu keseluruhan, dimana hal itu lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagian. Dari pandangan Gestalt, suatu perilaku didasarkan pada proses kognitif, yang bukan dipengaruhi oleh proses stimulus tetapi dari persepsi terhadap stimulus tersebut. Pengaruh Gestalt pada psikologi lingkungan dapat dilihat antara lain pada kognisi lingkungan, misalnya untuk menjelaskan persepsi, berpikir, dan pemrosesan informasi lingkungan.

Dari beberapa perspektif di atas, Veitch & Arkkelin (1995) menekanlan adanya dua hal yang perlu diketahui. Pertama, sebagaimanayang sudah disebutkan di atas bahwa pendekatan yang dipakai pada perspektf-perspektif di atas ada yang amat lebar dalam cakupan dan ada pula yang lemah dalam data empiris. Kedua, tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada pendekatan atau perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya secara memuaskan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh empat hal:
  • Tidak ada data yang cukup tersedia dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipercaya untuk menyatukan teori 
  • Hubungan-hubungan yang dikaji para peneliti amaat sangat beragam Metode yang digunakan tidak konsisten
  • Cara pengukuran variabel tidak selalu kompatibel dari suatu seting penelitian kepenelitian berikutnya.
TEORI

Beberapa pendekatan teori dalam psikologi lingkungan antara lain adalah: Teori Arousal, Teori Stimulus Berlebihan, Teori Kendala Perilaku, Teori Tingkat Adaptasi, Teori Stres Lingkungan, dan Teori Ekologi.

1. Teori Arousal (Arousal Theory)

Arousal (Pembangkit). Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teori telah berpendapat bahwa semua emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang atau binatang dihasut. Meski tidak semua orang setuju dengan gagasan ini, tingkat keterbangkitan adalah bagian penting dari emosi. Contohnya, tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan dan kenikmatan, sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi (Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).

Mandler (dalam Hardy dan Hayes, 1985) menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Mandler menamakan teorinya sebagai teori interupsi. Interupsi pada masalah seperti dikemukakan tadi yang menyebabkan kebangkitan (arousal) dan menimbulkan pengalaman emosional. Suatu hal yang dapat kita petik diri teori ini adalah bahwa orang dapat memperlihatkan perubahan emosi secara ekstrim, misalnya bergembira atau bergairah pada suatu saat, dan mengalami perasaan dukacita atau amarah pada saat yang lain. Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita. Kita dapat saja menjadi bosan atau tertidur, jika yang kita hadapi adalah hal-hal yang "tidak ada apa-apanya". Suatu materi pelajaran yang tidak menarik dan sedikit sekali memberi manfaat pada yang mendengarkan, membuat hampir semua yang mendengarkannya tidak bertahan lama mengikutinya. Menurut Mandler, manusia memiliki motivasi untuk mencapai apa yang disebut sebagai"dorongan

arousal sehingga kita dapat berubah-ubah dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya. Hampir semua orang yang memiliki motivasi ini dalam berinteraksi sehari-hari, namun ada beberapa orang yang tidak responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya, sehingga hanya dapat dimunculkan arousal-nya jika benar-benar dalam keadaan yang amat membahayakan.

b. Teori Beban Lingkungan

Asumsi dari teori ini adalah, bahwa manusia memiliki pemrosesan informasi yang terbatas. Menurut Cohen (Fisher, 1985; dalam Veitch & Arkkelin, 1995), asumsi tersebut adlaah: 1. Bahwa manusia memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas. 2. Jumlah Atensi yang diberikan orang tidak konstan, namun lebih kepada kesesuaian dengan kebutuhan. 3. Ketika informasi yang masuk berlebih, maka perhatian tidak akan bekerja secara maksimal. 4. Stimulus yang masuk akan dipantau, jika stimulus tersebut memiliki makna dan diperhatikan maka aka nada pemrosesan lebih jauh, namun jika tidak akan langsung dibuang atau tidak ada pemrosesan lebih lanjut.

Lalu jika informasi yang masuk lebih besar dari kapasitas maka akan terjadi yang dinamakan dengan pemusatan perhatian, contohnya saja saat kita sedang menjalani ujian tengah semester, kita akan lebih focus mengerjakan soal ujian dan lebih cenderung mengabaikan keadaan sekitar sampai soal yang kita kerjakan selesai.

Namun jika sebaliknya, saat stimulus yang datang lebih kecil dari kapasitas dapat terjadi kebosanan pada diri individu. Karena kurangnya stimulus dalam lingkungan juga dapat dikaitkan dengan kemonoton-an informasi yang dating ke diri individu.

c. Teori Hambatan Perilaku

Teori ini memfokuskan kepada kenyataan, atau perasaan, kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghuni (stokols,1995).

Asumsi dari teori ini adalah stimulasi yang berlebihan menyebabkan terjadinya penghambatan dalam memproses informasi. Sehingga berakibat hilangnya control dari individu terhadap situasi.Menurut Brehm dan Brehm (dalam Veitch & Arkkelin, 1995), awal saat kita merasakan hilang kendali atau control terhadap lingkungan, maka mula-mula kita akan merasa tak nyaman dan berusaha untuk menekankan kembali fungsi kendali kita. Hal ini disebut dengan fenomena psychological reactance.

Sarwono (1992) memberikan contoh misalnya ketika kita sudah tahu bahwa jalanan terlalu macet pada jam-jam tertentu, maka kita cenderung berusaha mencari alternatif jalan lain. Jikalau pilihan alternatif tidak ada, atau tingkah laku alternatif lain yang dicoba untuk dilakukan ternyata juga gagal untuk mengatasinya dan apabila hal ini terjadi berulangkali, maka kita akan mengalami perasaan putus asa atau tidak berdaya. Ketidakberdayaan inilah yang lalu disebut dengan istilah learned helplessness


d. Teori Tingkat Adaptasi

Teori ini memiliki kemiripan dengan teori beban lingkungan, yang dimana stimulus yang tinggi maupun rendah memiliki dampak negative bagi perilaku individu. Namun nilai lain dari teori ini adalah pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat arousal atau adaptasi individu terbiasa dengan keadaan lingkungan atau tingkat pengharapan suatu lingkungan tertentu.

Dalam teori ini lebih banyak membicarakan secara lebih spesifik, yaitu dua proses yang terkait dalam hubungan tersebut yaitu adaptasi dan adjustment. Adaptasi adalah mengubah tingkah laku atau respon-respon agas sesuai dengan lingkungannya, misalnya dalam dingin atau keadaan suhu yang menurun menyebabkan terjadinya otot kaku dan menurunnya aktivitas motorik. Adjustment adalah mengubah lingkungan agar menjadi sesuai dengan lingkungannya, misalnya dalam keadaan dingin bisa saja orang membakar kayu untuk memanaskan tubuhnya (sarwono)

Menurut Wohwill (dalam Fisher, 1984) membagi 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan:
Intensitas, yang berhubungan dengan kesesakan atau justru kelenggangan yang dapat mempengaruhi psikologis individu. Keanekaragaman, berkaitan dengan banyaknya informasi yang masuk atau justru sedkitnya informasi yang masuk dan tak sebanding dengan kapasitas pemrosesan informasi. Jika berlebih maka dapat terjadi yang dinamakan overload dan jika terlalu sedikit maka dapat terjadi kemonotonan.
Keterpolaan, berkaitan dengan keteraturan suatu pola sehingga dapat atau tidak dapatnya diprediksi oleh individu. Semakin teratur suatu pola semakin mudah dikenali oleh individu, dan begitupun sebaliknya.

e. Teori Stress Lingkungan

Teori ini lebih menekankan pada peran fisiologi, kognisi maupun emosi dalam usaha manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Stress dapat terjadi saat respon stress atau beban melebihi kapasitas tingkat optimal. Hal yang dapat membuat individu menjadi stress disebut dengan stressor. Namun individu memiliki hal yang disebut dengan coping. Jika sumber-sumber coping tersebut habis maka dapat terjadi exhausted atau yang biasa kita sebut dengan kelelahan (Selye dalam Veitch & Arkkelin, 1995).

2. METODE PENELITIAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN

a. Studi Korelasi

Seorang peneliti dapat menggunakan variasi dari metode korelasi, jika seorang peneliti berminat untuk memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi (Veitch & Arkkelin, 1995). Studi ini menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan atau peristiwa yang terjadi di alam nyata tanpa dipengaruhi oleh pengumpulan data.

Dengan menggunakan metede penelitian data apapun maka penyimpulan dengan menggunakan studi korelasi dapat diperoleh hasil yang berbeda dibandingkan dengan eksperimen laboratorium. Dengan demikian, kesimpulan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab akan membuahkan hasil yang tepat.

Namun sesempurna apapun suatu studi juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari studi kasus adalah lemahnya validitas internal, berkebalikan dengan studi laboratorium yang memiliki tingkat validitas internal yang lebih tinggi, namun memliki validitas eksternal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan studi korelasi.
 
b. Eksperiment Laboratorium

Jika peneliti tertarik untuk memastikan tingkat validitas internal yang tinggi, maka studi inilah yang sangat tepat (Veitch & Arkkelin, 1995). Metode ini member kebebasan kepada peneliti untuk melakuakn manipulasi secara sistematik dengan tujuan mengurangi variable-variabel yang mengganggu. Metode ini mengambil subjeknya secara random, yang berarti semua subjek memiliki kesempatan yang sama dalam semua keadaan eksperimen. Namun kelemahan dari metode ini salah satunya adalah hasil yang diperoleh di laboratorium belum pasti dapat diterpkan di luar laboratorium.

c. Eksperimen Lapangan

Metode ini adalah metode penengah antara Korekasi dengan Eksperiment Laboratorium. Asumsinya adalah jika peneliti ingin menyeimbangkan validitas internal yang didapat dalam eksperiment laboratorium dengan validitas eksternal yang didapat dari studi korelasi. Dalam metode ini peneliti tetap melakukan manipulasi sitematis, hanya bedanya peneliti juga harus member perhatian pada variable eksternal dalam suatu seting tertentu

d. Teknik-Teknik Pengukuran

Agar suatu penelitian akan menjadi ilmiah diperlukan pengamatan-pengamatan yang menggunakan kriteria tertentu, yaitu:
berlaku umum dan dapat diulang-ulang
dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran,
memiliki standar validitas dan reabilitas.

Beberapa disajikan beberapa contoh teknik pengukuran dengan keunggulannya masing-masing, antara lain mudah dalam scoring, administrasi maupun dalam proses pembuatannya. antara lain:

Self-report. Seorang responden ditanya oleh peneliti hal-hal yang berkaitan dengan opini, kepercayaan, perilakum sikap, dan perasaan. prosedurnya terdiri dari kuesioner, wawancara, dan skala penilaia n(rating scale)

Kuisioner. Kuesioner adalah pengembangan yang luas dari teknik paper dan pencil self report. Umumnya diformulasikan berupa pertanyaan dan dapat pula berupa jawaban faktual seperti usia, gender, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan,dan sebagainya, sebagaimana halnya dengan respon-respon sikap.

Wawancara atau Interview. wawancara adalah dialog yang dirancang untuk memperoleh informasi yang dapat dikualifikasikan.

Skala Penilaian. Skala ini memiliki beragam bentuk, termasuk didalamnya adalah checklist, deskripsi dua kutub dan skala dekripsi nonverbal.

Daftar Pustaka
Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Avin Fadilla Helmy, Beberapa Teori Psikologi Lingkungan, Diakses tanggal 16-2-2011 http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf

Tuesday, February 15, 2011

Mengenal Psikologi Lingkungan

Kurt Lewin dalam teori Medan-nya yang menjelaskan tentang mempertimbangkan interaksi antara lingkungan dengan manusia. Lewin mengatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi dari pribadi dan lingkungan. Lewin mengajukan adanya kekuatan-kekuatan yang terjadi selama interaksi antara manusia dan lingkungan. Masing-masing komponen bergerak mendekat dan daya tolak dan daya menjauh. Interaksi terjadi pada lapangan psikologis seseorang yang pada akhirnya akan mencerminkan tingkah laku penghuni. Sebelum kita kenal Istilah Psikologi lingkungan (enviromental Psychology) yang sudah baku, beberapa istilah lain telah mendahuluinya

Psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik. Psikologi lingkungan manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.

Definisi Psikologi Lingkungan

Definisi psikologi lingkungan memiliki ragam batasan. diantaranya Heimstra dan Mc Farling (Prawitasari, 1989) menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik. Gifford (1987) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai studi dari transaksi diantara individu dengan setting fisiknya. Dalam transaksi tersebut individu mengubah lingkungan dan sebaliknya perilaku dan pengalaman individu diubah oleh lingkungan. Center dan Craik (Prawitasari, 1989) mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah area psikologi yang melakukan konjungsi dan analisis tentang transaksi dan hubungan antara pengalaman dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan lingkungan sosiofisik.

Veitch dan Arkkelin (1995) menjabarkan lebih jauh unsur-unsur dari pengertian psikologi lingkungan. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah: perilaku manusia, perspektif disiplin ilmu, dan masalah teori/praktek.

Pada kenyataannya para ahli psikologi lingkungan ternyata tidak dibatasi pada istilah manusia dalam pengertian yang kaku. “Perilaku manusia” disini lebih jauh kaitan dengan proses-proses fisiologis, psikologis dan perilaku itu sendiri.
  • Proses-proses fisiologis meliputi: kematian, detak jantung, respon kulit Galvanis, dan sebagainya
  • Proses-proses psikologis meliputi: stres, perubahan sikap, kepuasan, dan sebagainya.
  • Proses-proses perilaku meliputi: agresu, kinerja, altruisme, dan sebagainya.

Para ahli psikologi lingkungan dalam melakukan penelitiannya ternyata juga menggunakan perspektif interdisipliner, dalam pengertian ilmunya maupun interaksi dengan para ahlinya. misalnya fisika dan kimia ahli yang terkait adalah ahli fisika dan ahli kimia.

Para peneliti psikologi lingkungan dalam penelitiannya pada umumnya secara simultan memadukan masalah-masalah praktis sehari-hari dengan formulasi dar teori-teori.

Dari definisi-definisi diatas psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisplin yang memiliki orientasi dasar dalam terapan, yang memfokuskan interrelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.

Lingkup Psikologi Lingkungan

Psikologi lingkungan memberi perhatian terhadap manusia, tempat serta perilaku dan pengalaman-pengalaman mnusia dalam hubungannya dengan setting fisik (Porshansky, 1974) . Lingkungan fisik tidak hanya berarti ransangan fisik seperti cahaya, sound, suhu, bentuk, warna, dan kepadatan terhadap objek-objek tertentu tetapi lebih dari itu merupakan suatu kompleksitas yang terdiri dari beberapa setting fisik dimana seseorang tinggal, berinteraksi dan beraktivitas.

Psikologi sosial membahas tentang rancangan (desain), organisasi dan pemaknaan, ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang, bangunan-bangunan, ketetanggan, rumah sakit dan ruang-ruangnya, perumahan, apartemen, meseum, sekolah, mobil, pesawat, teater, ruang tidur, kursi seting kota, tempat rekreasi, hutan alami, serta setting lain pada lingkup yang bervariasi.

Veitch dan Arkkelin (1995) menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin, seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah, filsafat serta sub disiplin dan rekayasanya. Oleh karena itu berdasarkan ruang lingkupnya, maka psikologi lingkungan juga membahas tentang disiplin ilmu yang beragam.

Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayan dan kearifan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang memengaruhi sikap dan mental manusia. Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan.

Soedjatmoko, seorang ahli sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi olehpsikologis historis suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.

Sementara Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan keefektifan mawas diri. Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar penghias buah bibir. Perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.

Sebagai contoh, tengok saja yang terjadi di zaman sekarang. Kini, banyak orang yang tinggal di dalam lingkungan baik dan religius, namun perilakunya sangat tidak mencerminkan lingkungan tempat dia tinggal. Meskipun orang tersebut sangat kenal dengan moral yang baik, belum tentu orang tersebut akan berlaku baik. Karena ternyata lingkungan sosial di zaman sekarang tidak bisa membentuk pribadi seseorang.

Ambient Condition dan Architectural Features

Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan yang meliputi:
  1. Ambient Condition. Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound, cahaya/penerangan, warna, kualitas udara, temperatur dan kelembaban.
  2. Architectural Features. yang tercakup didalamnya setting-setting yang bersifat permanen. Misalnya dialam suatu ruangan yang termasuk didalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot dan dekorasi. Dalam suatu gedung architectural features meliputi layout tiap lantai, desain dan perilaku ruang dalam dan sebagainya.

Pengaruh Teknologi dalam Psikologi Lingkungan

Teknologi pada masa sekarang sudah sangat canggih. Alat telekomunikasi seperti internet dan telepon memberi pengaruh besar kepada pribadi seseorang. Sehingga orang yang tinggal di lingkungan pesantren bukan tidak mungkin berpandangan liberal dan kebarat-baratan. Ternyata, pengaruh dunia maya sangat besar dalam membentuk pribadi seseorang. Seseorang bisa saja tinggal dalam lingkungan pesantren yang selalu diajarkan akidah dan akhlak yang baik. Namun, sifat dasar manusia selalu penasaran dan ingin mencari kebenaran sendiri dengan mencari perbandingan sendiri.

Pada masa sekarang ini, Indonesia sedang mengalami transformasi besar-besaran, baik akibat perubahan kondisional, seperti pertambahan jumlah penduduk yang luar biasa, maupun interaksi yang intensif antara kebudayaan asli dengan kebudayaan mancanegera, khususnya melalui jaringan telekomunikasi yang sangat canggih seperti, televisi dan internet.

Perubahan penduduk yang pesat telah membawa dampak perubahan perilaku yang dahsyat. Semula, komunitas primordial dapat memenuhi kebutuhan pokok anggota-anggotanya. Kini, pertambahan penduduk yang pesat menghancurkan kepentingan komunitas tersebut. Pertambahan penduduk ini juga berdampak pula pada pola-pola migrasi. Urbanisasi makin deras sehingga menimbulkan penumpukan penduduk di kota-kota. Penumpukan warga kota yang semakin padat menyebabkan lapangan pekerjaan semamikin menyempit. Hal ini akan menimbulkan kemiskinan. Kemiskinan akan menyebabkan perilaku yang beringas di perkotaan dan meningkatnya tindak kriminalitas , seperti pencopetan, penodongan, dan tindak kekerasan lainnya.

Hubungan Psikologi Lingkungan dengan budaya

Perubahan perilaku yang deras juga terjadi akibat interaksi antara sistem kebudayaan yang berbeda-beda. Ambillah contoh perilaku masyarakat desa yang sudah pindah ke kota besar. Mereka cenderung menjadi orang-orang yang hedonis, konsumtif dan kapitalis karena beranggapan bahwa sikap semacam itulah yang dinamakan sikap manusia modern.

Lingkungan kota sangat berbeda dengan lingkungan desa. Jika lingkungan kota adalah lingkungan pekerja yang dekat dengan teknologi canggih, seperti karyawan pabrik yang akrab dengan mesin-mesin pabrik dengan teknologi tinggi atau karyawan kantor yang akrab dengan media komputer, sementara masyarakat desa akrab dengan lingkungan alam karena kebanyakan mereka bekerja sebagai petani.

Maka jelaslah secara perilaku akan jauh berbeda, meskipun tidak menutup kemungkinan masyarakat desa pun sudah mengenal teknologi seperti internet sehingga pengaruh budaya luar dengan mudah masuk ke dalam isme mereka.

Sistem kebudayaan masyarakat kota itu sudah sangat terkontaminasi dengan pengaruh budaya asing sehingga perilaku masyarakat kota lebih individualis daripada masyarakat desa. Perilaku ini sangat dipengaruhi oleh interaksi, interelasi, dan interdepensi dari berbagai budaya yang membawa perubahan dari yang paling profan sampai yang paling sakral.

Interaksi ini terjadi pada hampir semua sektor kebudayaan, seperti ekonomi, sosial, politik, juga pada agama, filsafat, ilmu pengetahuan dan kesenian. Perubahan ini tidak bisa dianggap sebagai perubahan yang serasi, selaras dan seimbang, tetapi lebih berupa konflik.

Value Confusion

Dari konflik inilah muncul apa yang disebut Value Confusion, ketika nilai-nilai yang berbeda bahkan bertentangan dianggap sama sahnya. Misalnya nilai rukun dan nilai kebebasan. Terkadang muncul pula suasana kosong nilai atau anomi, karena tak ada lagi nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan.

Mencermati hal di atas maka perilaku masyarakat kota itu cenderung lebih bebas karena sudah tidak mengindahkan nilai-nilai yang ada. Mungkin dapat dikatakan bahwa perilaku masyarakat kota itu lebih tidak bermoral daripada masyarat desa

DAFTAR PUSTAKA

Anneahira. 2010. Psikologi lingkungan. www.anneahira.com. diunduh 10 Februari 2011
Anonim. 2007. Manfaat Psikologi Lingkungan. www.psikologizone.com diunduh 11 Februari 2011 
Bima. 2010. Psikologi Lingkungan. www.mercubuana.ac.id. diunduh 11 Februari 2011
Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.