Tuesday, April 12, 2011

Stress

Menurut Spielberger (handoyo, 2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,  misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Istilah stress secara histories telah lama digunakan untuk menjelaskan suatu tuntutan untuk beradaptasi dari seseorang, ataupun reaksi seseorang terhadap tuntutan tersebut. Menurut H. Handoko, Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.
 Sedangkan berdasarkan definisi kerjanya, pengertian dari stress adalah :
·         Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan ( lingkungan ), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang.
·         Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang. Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif ,apresiawa stress l menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sebelumnya Selye (1936 ) telah menggambarkan bahwa strees adalah suatu sindrom biologic atau badaniah.Didalam eksperimennya, seekor tikus percobaan mengalami kedinginan pembedahan atau kerusakan sum-sum tulang belakang, akan memperlihatkan suatu sindroma yang khas.Gejala-gejala itu tidak tergantung pada jenis zat atau ruda yang menimbulkan kerusakan,sindroma ini lebih merupan perwujudan suatu keadaan yang dinamakan stress denagn gejala-gejala sistembilogik mahluk hidup itu. Selye menekankan bahwa stress terutama mewujudkan diri sebagai suatu reaksi badaniah yan dapat diamati dan diukur.Stres merupakan suatu reaksi penyusuaian diri,suatu sindroma penyusuaian umum terhadap rangsangan yang berbeda-beda.
Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkan nya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.
Pada penelitain Wolf dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu sistem organ , cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda- beda dari reaksi terhadap stres.

Sumber dan macam-macam stresor antara lain :
1.       Kondisi biologik.
Berbagai penyakit infeksi , trauma fisik dengan kerusakan organ biologik,mal nutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologik yang kontinyu
2.       Kondisi Psikologik.
a.       Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan kehidupan moderen.
b.      berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau perasaan rendah diri (self devaluation ) seperti kegagalan mencapai sesuatu ynga sangt di idam-idamkan.
c.        berbagai keadaan kehilangan seperti posisi, keuangan, kawan atau pasangan hidup yang sangat dicintai.
d.      berbagai kondisi kekurangan yang dihayati sebagai sesuatu cacat yang sangat menentukan seperti penampilan fisik, jenis kelamin, usia, intelegensi dan lain-lain.
e.      berbagai kondisi perasaan bersalah terutama yang menyakut kode moral etika yang dijunjung tinggi tetapi gagal dilaksanakan.
3.       Kondisi Sosio Kultural.
Kehidupan moderen telah menempatkan manusia kedalam suatu kancah stress sosio kultural yang cukup berat. Perubahan sosio ekonomi dan sosio budaya yang datang secara cepat dan bertubi – tubi memerlukan suatu mekanisme pembelaan diri yang memadai. Stresor kehidupan moderen ini diantaranya. :
a.       berbagai fluktuasi ekonomi dan segala akibatnya ( menciutnya anggaran rumah tangga , pengangguran dan lain-lain ).
b.      Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik ,kekecewaan dan sebagainya.
c.       Persaingan yang keras dan tidak sehat.
d.      Diskriminasi dan segala macam keterkaitannya akan membawa pengaruh yang menghambat perkembangan individu dan kelompok.
e.      Perubahan sosil yang cepat apabila tiadak diimbangi dengan penyusuaian etika dan moral konvisional ynag memadai akan terasa ancaman. Dalam kondisi terburuk nilai materikalistik akan mendominasi nilai moral spiritual yang akan menimbulkan benturan konflik yang mungkin sebagian terungkap, sedangkan sebagian lainnya menjadi beban perasaan individu atau kelompok.
Stres memiliki dua gejala, yaitu gejala fisik dan psikis.
·         Gejala Fisik
Gejala stres secara fisik dapat berupa jantung berdebar, napas cepat dan memburu / terengah – engah, mulut kering, lutut gemetar, suara menjadi serak, perut melilit, nyeri kepala seperti diikat, berkeringat banyak, tangan lembab, letih yang tak beralasan, merasa gerah, panas , otot tegang.
·         Gejala Psikis
Keadaan stres dapat membuat orang – orang yang mengalaminya merasa gejala – gejala psikoneurosa, seperti cemas, resah, gelisah, sedih, depresi, curiga, fobia, bingung, salah faham, agresi, labil, jengkel, marah, lekas panik, cermat secara berlebihan.

Model Stres :
1.       Model stres berdasar respon
Model stres dari Selye ( 1976 ) adalah model berdasarkan respon yang mendefinisikan stres sebagai respons non- spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang di timpakan padanya.
2.       Model adaptasi
Model adaptasi menunjukan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan ( Mechanic, 1962 ).

 Faktor pertama, biasanya bergantung pada pengalaman seseorang dengan stresor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan. Faktor kedua, berkenaan dengan praktik dan norma kelompok sebaya individu Faktor ketiga, adalah dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stresor Faktor keempat, sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor.
3.       Model Berdasar Stimulus
Model berdasar stimulus berfokus pada karakteristik yang mengganggu atau disruptif di dalam lingkungan.
Model berdasarkan memfokusakan pada asumsi berikut ( McNett, 1989 ):
a.       Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal, dan perubahan ini memutuhkan tipe dan durasi penyesuaian yang sama.
b.      Individu adalah resepien pasif dari stres, dan persepsi mereka terhadap peristiwa adalah tidak relevan.
c.       Semua orang mempunyai ambang stimulus yang sama, dan penyakit dapat terjadi pada setiap titik setelah ambang tersebut.
4.       Model Berdasar Transaksi
Model berdasarkan transaksi memandang individu dan lingkungan dalam hubungan yang dinamis, resiprokal, dan interaktif ( Lazarus & Folkman , 1984 ).
Cox (dalam Crider dkk, 1983) mengemukakan 3 model pendekatan stres, yaitu Response-based model, Stimulus-based model, dan Interactional model.
1.       Response-based model
Stres model ini mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi yang sulit.
2.       Stimulus based-model
Model ini mencoba mengidentifikasi pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit. Model stres ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stres. Tiga karakteristik dari stimuli stres adalah overload, conflict, dan uncontrollability
3.       Interactional model
Model ini memperkirakan bahwa stres dapat diukur ketika dua kondisi bertemu, yaitu:
·         ketika individu menerima ancaman akam motif dan kebutuhan penting yang diwakilinya
·         ketika individu tidak mampu mengcoping stres
sumber:
Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma
Anoninim. stress. www.wikipedia.com
Digilit. Stress kerja. Petra University

Stress

Tuesday, April 5, 2011

Privasi

Pengertian

Privasi didefinisikan sebagai hak khusus untuk mendapatkan kebebasan (particular right of freedom). Privasi adalah tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu (Hartono dalam Prabowo, 1998). Rapoport (dalam Prabowo, 1998) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.

Dinamika psikologis dari privasi merupakan proses sosial antara privasi, teritorial dan ruang personal. Privasi yang optimal terjadi ketika privasi yang dibutuhkan sama dengan privasi yang dirasakan. Privasi yang terlalu besar menyebabkan orang merasa terasing. Sebaliknya terlalu banyak orang lain yang tidak diharapkan, perasaan kesesakan (Crowding) akan muncul sehingga orang merasa privasinya terganggu. Privasi memang bersifat subjektif dan terbuka hanya bagi impresi atau pemeriksaan individual
Jadi privasi adalah tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu, dimana situasi yang rasa sebagai privat atau tidak yang menentukan adalah subjektifitas dan kontrol (ruang interpersonal dan territorial) dari seseorang tersebut

Faktor yang Mempengaruhi Privasi
Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional, dan faktor budaya (Prabowo, 1998).
  1. Faktor Personal : Perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Penelitian Walden (dalam Prabowo, 1998) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin mempengaruhi kebutuahan akan privasi dan cara merespon kondisi padat atau sesak.
  2. Faktor Situasional : Kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyediri. Situasi fisik sekitar juga mempengaruhi kebutuhan privasi seseorang
  3. Faktor Budaya : Dalam beberapa riset, menunjukan bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diingikan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi. Desain lingkungan yang dipengaruhi budaya, seperti rumah adat juga mempengaruhi privasi. Artinya setiap budaya memiliki standar privasi masing-masing dan juga cara mereka memperoleh privasi.
  4. Kepadatan : Banyaknya orang dalam suatu tempat mempengaruhi jarak sosial.
Robert Gifford (1997) berpendapat ruang personal mempengaruhi privasi, berikut beberapa unsur yang mempengaruhi ruang personal seseorang:
1) Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri.
2) Kepribadian
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
3) Trauma
Pengalaman traumatis seseorang mempengaruhi sikapnya saat ini
4) Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
5) Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
6) Jarak Sosial
Sesuai dengan teori jarak sosial Edward Hall (1966) yang membedakan empat macam jarak yang menggambarkan macam-macam hubungan, seperti jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, jarak publik.

Fungsi Privasi
Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), ada tiga fungsi dari privasi, yaitu:
  • Pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan oang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain dikehendaki.
  •  Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalamberhubungan dengan orang lain.
  • Memperjelas identitas diri

Sumber :
Atkinson, L Rita; Atkinson, C Richard & Hilgard, R Ernest. 1983. Pengantar Psikologi – Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Prabowo, Hendro. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Jakarta. Gunadarma